Find Us On Social Media :

Gawat Motor Bodong Makin Banyak, Diregident Korlantas Polri: Hapus Pemutihan Pajak Motor

By Ahmad Ridho, Sabtu, 18 Maret 2023 | 11:35 WIB
Diregident Korlantas Polri Brigjen Pol. Yusri Yunus meminta pemutihan pajak motor dihapus termasuk BBN II dan pajak progresif. (Instagram @yusriyunus_91 / Tribunnews)

MOTOR Plus-online.com - Motor bodong atau data STNK dihapus akan semakin banyak kalau program pemutihan pajak motor jadi dihapus.

Terkait rencana permintaan dihapusnya pemutihan pajak motor disampaikan Diregident Korlantas Polri, Brigjen Pol Yusri Yunus.

Sesuai aturan, pajak motor yang tidak dibayarkan selama dua tahun setelah masa berlaku pelat nomor habis maka data STNK dihapus.

Dengan demikian motor bisa bodong permanen dan tidak bisa dikendarai lagi.

Selain itu motor yang sudah bodong tidak akan bisa diregistrasi ulang kembali.

Kesempatan agar motor terhindar jadi bodong dengan ikut pemutihan pajak motor.

Namun program ampunan pajak ini diminta dihapuskan karena hanya membuat pemilik motor atau mobil bayar pajak tahunan.

Bukan cuma pemutihan pajak motor, Yusri juga meminta agar pajak progresif dan BBN II juga dihapuskan.

Baca Juga: Buruan Pemutihan Pajak 2023 Sisa 7 Wilayah Lagi, Cepat Bawa STNK BPKB Biar Anti Motor Bodong

Permintaan untuk menghapus pemutihan pajak motor, BBN II dan pajak progresif bukan tanpa alasan.

Dikutip dari Tribun Jabar, hal ini demi menciptakan kesamaan data jumlah kendaraan di antara lembaga yakni Kepolisian, Dinas Pendapatan Daerah, dan Jasa Raharja.

Yusri Yunus mengatakan selama ini terdapat perbedaan data jumlah kendaraan bermotor yang dihimpun oleh Kepolisian, Kementerian Dalam Negeri, dan Jasa Raharja.

Hal ini tentunya menjadi pengganjal bagi berbagai kebijakan yang ada.

"Data kendaraan bermotor yang dimiliki oleh kepolisian, Jasa Raharja, dan Dirjen Kemendagri itu berbeda. Di data saya sampai saat ini 153 juta kendaraan bermotor yang ada di Indonesia, data kendaraan di Kemendagri 122 juta, dan data yang ada di jasa Raharja 113 juta," katanya dalam kegiatan Rapat Koordinasi Tim Pembina Samsat Tingkat Nasional di Kota Bandung, beberapa waktu lalu.

Yusri mengemukakan sejumlah contoh kasus yang dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk menghapus tiga sektor pajak tersebut.

Pertama, yakni terkait dengan budaya di masyarakat Indonesia yang sering membeli kendaraan bekas tapi enggan membayar BBN II karena biayanya yang terbilang mahal.

Hal itu membuat data yang dihimpun menjadi tumpang tindih.

Baca Juga: Ngeri Efek Data STNK Dihapus Motor Jadi Bodong, Segera Manfaatkan Pemutihan Pajak Motor 2023

"Pajaknya motor Rp 250 ribu, bayar BBN Rp 1,5 juta. Harga motor cuma Rp 2 juta. Ini contoh loh sehingga orang enggak mau bayar pajak," kata dia.

Selanjutnya, terkait pajak progresif. Yusri mengatakan bahwa maksud diberlakukannya pajak progresif yakni untuk mengendalikan jumlah kendaraan yang dimiliki oleh masyarakat.

Namun, ternyata belakangan ini marak masyarakat yang memiliki kendaraan lebih satu tapi kepemilikan kendaraannya mengatasnamakan orang lain agar terhindar dari pajak.

"Misalkan saya punya mobil pertama progresif tapi yang kedua pakai nama pembantu, pakai nama tetangga dan keempat pakai nama saudara, kan akhirnya gak valid datanya," katanya.

Begitu pula dengan pemutihan yang diterapkan oleh pemerintah daerah.

Menurut Yusri, pemutihan justru membuat masyarakat semakin enggan membayar pajak.

Dia pun berharap pemerintah daerah dapat segera menghapuskan kebijakan pemutihan.

Kakorlantas Polri, Irjen Firman Santyabudi, menyatakan kesamaan atau ketertiban dalam hal pendataan diperlukan di antara berbagai lembaga.

Baca Juga: Batal Bodong Kendaraan di Aceh, Program Pemutihan Pajak Motor Diperpanjang Catat Waktunya

Dengan data yang tertib, pemerintah daerah pun semakin mudah untuk mengelola pajak.

"Inilah yang saya katakan tidak tertib. Negara tidak tau berapa pajak yang bisa dikelola," ucap dia.

Di sisi lain, Firman mengharapkan masyarakat dapat taat membayar pajak.

Sebab, kata dia, ketaatan dalam membayar pajak membuat pemilik kendaraan mendapat perlindungan.

"Bahwa kendaraan yang legal itu dilindungi, kita tidak berharap ada yang kecelakaan, tapi ketika ada yang celaka, nah langsung dapat datanya dan langsung kepada yang bersangkutan," ujarnya.

Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni, mengaku sepakat BBN II dan pajak progresif dihapuskan demi mencipta tertib data.

Khusus untuk pajak progresif, dia mengatakan kebijakan tersebut ternyata tak dapat mengendalikan kehendak masyarakat memiliki lebih dari kendaraan serta membuat kacau pendataan.

"Hasil dari evaluasi ini tidak akan menahan orang yang akan membeli kendaraan. Oleh karena itu agar lebih tertib lagi datanya dan juga lebih tertib lagi maka pajak progresif bisa dihapuskan sehingga kendaraan itu yang dimiliki itu betul-betul atas nama orang yang memiliki, bukan atas nama orang lain yang tidak terdaftar," katanya.

Baca Juga: Pemutihan 2023 Tinggal di Tujuh Daerah Lagi Cepat Urus Pajak Kendaraan Sebelum Tutup Jadinya Bodong

Padahal, melalui ketertiban data, Agus menilai ketaatan masyarakat untuk membayar pajak dapat semakin baik yang berdampak pada peningkatan pendapatan daerah.

Diketahui, sektor pajak kendaraan bermotor memberi sumbangsih hampir 40 persen bagi pendapatan daerah.

"Jadi ada tiga, potensi tepat, target tepat kemudian dicapai dengan tepat atau realisasinya tepat. Maka dari semua kebijakan itu, adalah data yang valid, data yang satu," kata dia.

Direktur Utama PT Jasa Raharja, Rivan Achmad Purwantono, mengatakan ketertiban dalam pendataan dapat membuat pihaknya lebih mudah untuk melakukan identifikasi ketika terjadi kecelakaan.

Maka dari itu, dia berharap kesamaan data dapat segera terwujud melalui kegiatan rapat tersebut.

"Maka kemudian kesempatan dengan BBN II dibebaskan ini menjadi baik, sehingga pada saat kita identifikasi sangat mudah ketika terjadi kecelakaan," ujarnya.

Wah repot juga nih kalau sampai program pemutihan pajak motor benar-benar dihapus.

Motor bodong akan semakin banyak karena menunggak pajak bertahun-tahun.