Find Us On Social Media :

Pemutihan Bikin Masyarakat Sering Nunggak Pajak Motor, Polri Minta Pemda Hapus Pajak Progresif

By Ahmad Ridho, Selasa, 21 Maret 2023 | 21:24 WIB
Direktur Utama PT Jasa Raharja, Rivan Achmad Purwantono; Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni; dan Kakorlantas Polri, Irjen Firman Shantyabudi membahas rencana penghapusan pajak progresif dan BBNKB II. (Tribun Jabar)

  

 MOTOR Plus-online.com - Pemutihan yang masih diadakan bikin masyarakat malas membayar pajak motor.

Untuk menghindari hal tersebut Korlantas Polri mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) menghapus pajak progresif.

Selain itu Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) II juga harus dihapus.

Hal ini dilakukan karena budaya masyarakat yang masih sering membeli motor atau mobil bekas.

Korlantas Polri mendorong pemerintah daerah agar segera menghapus kebijakan bea balik nama (BBN) II, pajak progresif, dan pemutihan kendaraan.

Hal tersebut dinilai demi menciptakan kesamaan data jumlah kendaraan di antara lembaga, yakni kepolisian, dinas pendapatan daerah, dan Jasa Raharja.

Direktur Regident Korlantas Polri, Brigjen Yusri Yunus, mengatakan, selama ini terdapat perbedaan data jumlah kendaraan bermotor yang dihimpun oleh kepolisian, Kementerian Dalam Negeri, dan Jasa Raharja.

Hal ini tentunya menjadi pengganjal bagi berbagai kebijakan yang ada.

Baca Juga: Pemutihan Bikin Masyarakat Sering Nunggak Pajak Motor, Polri Minta Pemda Hapus Pajak Progresif

"Data kendaraan bermotor yang dimiliki oleh kepolisian, Jasa Raharja, dan Dirjen Kemendagri itu berbeda. Di data saya sampai saat ini 153 juta kendaraan bermotor yang ada di Indonesia, data kendaraan di Kemendagri 122 juta, dan data yang ada di Jasa Raharja 113 juta," kata Yusri dalam kegiatan Rapat Koordinasi Tim Pembina Samsat Tingkat Nasional di Kota Bandung, beberapa waktu lalu.

Yusri mengemukakan, sejumlah contoh kasus yang dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk menghapus tiga sektor pajak tersebut.

Pertama, yakni terkait dengan budaya di masyarakat Indonesia yang sering membeli kendaraan bekas tapi enggan membayar BBN II karena biayanya yang terbilang mahal.

Hal itu membuat data yang dihimpun menjadi tumpang tindih.

"Pajaknya motor Rp 250 ribu, bayar BBN Rp 1,5 juta. Harga motor cuma Rp 2 juta. Ini contoh loh sehingga orang enggak mau bayar pajak," kata dia.

Selanjutnya, terkait pajak progresif.

Yusri mengatakan, maksud diberlakukannya pajak progresif yakni untuk mengendalikan jumlah kendaraan yang dimiliki oleh masyarakat.

Namun, ternyata belakangan ini marak masyarakat yang memiliki kendaraan lebih satu tapi kepemilikan kendaraannya mengatasnamakan orang lain agar terhindar dari pajak.

Baca Juga: 6 Daerah Masih Ada Pemutihan Pajak Motor 2023, Cara Bayar Pajak Online Lewat Aplikasi DJP

"Misalkan saya punya mobil pertama progresif tapi yang kedua pakai nama pembantu, pakai nama tetangga, dan keempat pakai nama saudara, kan akhirnya enggak valid datanya," katanya.

Begitu pula dengan pemutihan yang diterapkan oleh pemerintah daerah.

Menurut Yusri, pemutihan justru membuat masyarakat makin enggan membayar pajak.

Dia pun berharap pemerintah daerah dapat segera menghapuskan kebijakan pemutihan.

Kakorlantas Polri, Irjen Firman Shantyabudi, mengatakan, kesamaan atau ketertiban dalam hal pendataan diperlukan di antara berbagai lembaga.

Dengan data yang tertib, pemerintah daerah pun semakin mudah untuk mengelola pajak.

"Inilah yang saya katakan tidak tertib. Negara tidak tahu berapa pajak yang bisa dikelola," ucap dia.

Di sisi lain, Firman mengharapkan masyarakat dapat taat membayar pajak.

Baca Juga: Tambah Lagi 2 Wilayah Gelar Pemutihan Pajak 2023, Motor Anti Bodong Yuk Buruan Urus

Sebab, kata dia, ketaatan dalam membayar pajak membuat pemilik kendaraan mendapat perlindungan.

"Bahwa kendaraan yang legal itu dilindungi. Kita tidak berharap ada yang kecelakaan, tapi ketika ada yang celaka, nah langsung dapat datanya dan langsung kepada yang bersangkutan," kata dia.

Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni, sepakat BBN II dan pajak progresif dihapuskan demi mencipta tertib data.

Khusus untuk pajak progresif, dia mengatakan kebijakan tersebut ternyata tak dapat mengendalikan kehendak masyarakat memiliki lebih dari kendaraan serta membuat kacau pendataan.

"Hasil dari evaluasi ini tidak akan menahan orang yang akan membeli kendaraan. Oleh karena itu agar lebih tertib lagi datanya dan juga lebih tertib lagi maka pajak progresif bisa dihapuskan sehingga kendaraan itu yang dimiliki itu betul-betul atas nama orang yang memiliki, bukan atas nama orang lain yang tidak terdaftar," katanya.

Padahal, melalui ketertiban data, Agus menilai ketaatan masyarakat untuk membayar pajak dapat semakin baik yang berdampak pada peningkatan pendapatan daerah.

Diketahui, sektor pajak kendaraan bermotor memberi sumbangsih hampir 40 persen bagi pendapatan daerah.

"Jadi ada tiga, potensi tepat, target tepat, kemudian dicapai dengan tepat atau realisasinya tepat. Maka dari semua kebijakan itu, adalah data yang valid, data yang satu," kata dia.

Baca Juga: Terancam Bodong 76 Juta Kendaraan Nunggak Pajak Ikuti Pemutihan Pajak 2023 Nasional Catat Jadwalnya

Direktur Utama PT Jasa Raharja, Rivan Achmad Purwantono, mengatakan, ketertiban dalam pendataan dapat membuat pihaknya lebih mudah untuk melakukan identifikasi ketika terjadi kecelakaan.

Maka dari itu, dia berharap kesamaan data dapat segera terwujud melalui kegiatan rapat tersebut.

"Maka kemudian kesempatan dengan BBN II dibebaskan ini menjadi baik, sehingga pada saat kita identifikasi sangat mudah ketika terjadi kecelakaan," kata dia.


Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Kabar Baik? Polri Dorong Pemerintah Hapus BBN II, Pajak Progresif, dan Pemutihan Kendaraan,