Find Us On Social Media :

Saat Beraksi Ternyata Freestyler Hindari Motor Injeksi dan Haram Memodifikasi Mesin, Ini Alasannya

By Ahmad Ridho, Rabu, 5 September 2018 | 09:27 WIB
Wawan Tembong ketika beraksi dengan Yamaha R6 modifikasi. (Instagram/wawantembong)

MOTOR Plus-online.com - Jenis motor rupanya bukan menjadi patokan utama untuk melakukan aksi freestyle.

Bagi stuntrider profesional, pada dasarnya semua motor bisa dijadikan "alat" untuk melakukan beragam aksi menantang adrenalin, bahkan motor standar sekalipun.

"Pada dasarnya tidak ada patokan harus motor A atau B, semua (motor) bisa digunakan selama rider-nya punya kemampuan.

Bahkan di Indonesia motor matik standar juga dipakai untuk freestyle," ucap Reza SS dari Straight Line Xtream yang juga juri di Indonesia Stunride Assosiaction kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.

(BACA JUGA: Daftar Harga Motor Bebek Baru September 2018, Masih Ada yang Harganya Rp 13 Jutaan)

Reza menjelaskan untuk motor matik yang biasa digunakan adalah skutik 110 cc, baik Honda Beat atau Yamaha Mio.

Dimensi kedua motor yang kecil dan kompak tersebut, dianggap pas untuk diajak menari, bahkan di beberapa kota ada yang menggunakan motor jenis bebek untuk freestyle.

Sementara untuk motor batangan, umumnya memilih menggunakan kubikasi mesin antara 150-250 cc.

Untuk jenisnya beragam, tergantung selera dari freestyler-nya mau yang fairing atau naked bike, sementara untuk jenjang yang profesional sudah menggunakan cc 600 cc ke atas.

(BACA JUGA: Mengejutkan, Wacana Ganjil-Genap Buat Motor Semakin Kencang, Pemotor Jangan Sampai Salah Jalan)

Namun yang paling utama harus diketahui, ternyata haram hukumnya untuk melakukan modifikasi mesin pada motor yang akan digunakan untuk freestyle.

Umumnya pelaku freestyle hanya melakukan modifikasi ringan untuk penyesuaian berkendara, namun jarang sampai ada yang melakukan bore up untuk mengejar tenaga atau torsi yang lebih besar.

"Mungkin masih banyak yang beranggapan kalau motor yang kita gunakan itu sudah di oprek mesinnya, padahal justru tidak.

Kita pilih pertahankan mesin orsinil pabrikan karena lebih kuat, freestyle itu bukan hanya mengandalkan power tapi lebih penting lagi durabilitas dari mesin," papar Reza.

(BACA JUGA: Jelang MotoGP San Marino, Tepat Setahun Lalu Valentino Rossi Alami Kejadian Tragis)

Untuk meningkatakan tenaga motor, menurut Reza biasanya lebih bermain ke perangkat tambahan seperti knalpot aftermarket dan ubahan lain menyesuaikan kebutuhan.

Dalam beberapa kasus memang ada ubahan yang cukup ekstrim di sektor mesin, tapi itu juga bukan bertujuan untuk meningkatkan tenaga.

"Sekarang biasa pakai Triumph Street Triple, kondisi mesin standar, tapi kendalanya saya harus ubah sistem pendinginan dengan yang lebih besar.

Jadi karena motor ini impor Inggris, pendingnya itu kecil, saat di Indonesia kan suhunya lebih panas, apalagi digunakan untuk freestyle jadi mau tidak mau saya ganti," kata Reza.

(BACA JUGA: Kalender MotoGP 2019: Akhirnya Curhatan Pembalap Didengarkan Penyelenggara)

Senada dengan Reza SS, Wawan Tembong yang juga freestyler profesional mengatakan semua motor bisa digunakan untuk freestyle, masalah utamanya hanya di sisi adaptasi dan kemampuan dari rider yang membawa.

Namun ia lebih memilih motor tipe lama yang belum mengusung teknologi full injeksi.

"Kalau yang full injeksi itu respon bawahnya kurang, jadi lebih sering pakai motor yang belum injeksi.

Saya pakai R6, tapi yang belum full injeksi karena lebih responsif di putaran bawah, meski kalau diputaran atas kalah dengan R6 yang sudah full injeksi," kata Wawan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Motor Standar Juga Bisa untuk "Freestyle"",