Find Us On Social Media :

Mengenal Sejarah Monoshock, Bukan Motor Sport Duluan Yang Pakai

By Reyhan Firdaus, Selasa, 25 Desember 2018 | 15:00 WIB
Yamaha YZM250 1973 mempopulerkan monoshock (Yamaha)

Lalu suspensi monoshock juga tidak lagi menancap di swingarm, melainkan di link, agar travel bisa semakin panjang.

Kelebihan adanya link lain, membuat efek main suspensi ditekan, karena momentumnya diredam oleh join / penghubung, otomatis lebih stabil.

Pengembangan ini membuat performa motor trail Yamaha semakin baik, bahkan mengejutkan pembalapnya seperti Pierre Karsmakers.

Pierre Karsmakers di iklan Yamaha MX400 (flickr.com/tblazier)

"Selama 9 bulan, kami meriset suspeni Monocross dengan hasil positif, sampai-sampai membuat masalah baru," ungkap Pierre, pembalap motocross dari Belanda.

"Masalahnya, suspensi belakangnya semakin baik, tidak diikuti perkembangan di suspensi depan," jelas Pierre, dikutip dari situs museum Yamaha.

Yup, perkembangan suspensi depan motor, memang tidak secepat monoshock, seperti masih menggunakan teleskopik.

Yamaha YZR350 1975 menggunakan monoshock (Yamaha)

Melihat kinerja suspensi Monocross lebih baik dibanding dual shock, Yamaha juga menerapkan di motor untuk balapan aspal.

Penggunaan Monocross di motor balap aspal, diyakini Yamaha mampu memperbaiki masalah handling dari dual shock.

Semisal karena titik tekan-nya tidak lagi di subframe, membuat rangka belakang bisa dibuat lebih kompak, dan mengurangi bobot.

Baca Juga : Biar Harganya Tinggi, Kenapa Sokbreker Ohlins Diburu Pengguna Yamaha NMAX?

Lalu karena hanya ada 1 suspensi, membuat mekanik lebih mudah menyetelnya, dibanding dual shock yang harus menyamakan kiri-kanan.

Performa Monocross, dibuktikan Yamaha di YZR350 tahun 1973, yang mengantarkan Giacomo Agostini menjuarai MotoGP tahun 1974.

Itulah sejarah munculnya Monoshock, dan kenapa aplikasi pertamanya, bukan di motor sport apalagi skutik, melainkan motor trail.