Find Us On Social Media :

Mantan Kapolri Jenderal Hoegeng, Satu dari Tiga Polisi Jujur Menurut Gus Dur

By Fadhliansyah, Sabtu, 23 Januari 2021 | 08:00 WIB
Mantan Kapolri Hoegeng, Satu dari Tiga Polisi Jujur Menurut Gus Dur (Kompas.com)

 

MOTOR Plus-online.com - Jenderal Hoegeng Iman Santoso adalah salah satu dari tiga polisi jujur menurut Presiden ke- Indonesia Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur.

Almarhum Gus Dur mengungkapkan hal tersebut dalam sebuah diskusi di Bentara Budaya Jakarta, pada Kamis (31/8/2006) lalu.

Saat itu Gus Dur mengeluarkan lelucon di sela menyinggung pemberantasan korupsi di masa itu.

Tiga polisi jujur yang dimaksud adalah, mantan Kepala Polri, Almarhum Jenderal Hoegeng Iman Santoso. Yang kedua patung polisi, dan yang ketiga adalah polisi tidur.

Baca Juga: Raih Penghargaan Gridoto Award 2020, Ini Profil Kakorlantas Polri

Baca Juga: Calon Kapolri Bakal Hapus Tugas Polantas, Gak Tilang Kendaraan

Dikutip dari Kompas.com, para hadirin yang mendengar lelucon itu serentak tertawa.

Brother mungkin penasaran, kenapa nama Hoegeng disebut-sebut oleh Gus Dur sebagai polisi jujur.

Berikut ini beberapa kisahnya.

Hoegeng berkarier sebagai polisi di tahun 1952, setelah lulus dari PTIK, ia ditempatkan di Jawa Timur.

Baca Juga: Calon Kapolri Bakal Optimalkan Tilang Elektronik, Ini Titiknya di Jakarta

Tugas keduanya sebagai Kepala Reskrim di Sumatera Utara yang menjadi ujian untuk seorang polisi karena daerah itu terkenal dengan penyelundupan.

Hoegeng disambut secara unik. Rumah dan mobil pribadi telah disiapkan oleh beberapa cukong judi.

Tetapi, Hoegeng menolaknya dan memilih tinggal di hotel sampai mendapatkan rumah dinas.

Gak hanya itu, rumah dinas itu lalu dipenuhi dengan perabot-perabot.

Baca Juga: Hore Bebas Tilang oleh Polisi yang Ada e-Tilang Program Kapolri Baru

Perabot itu dikeluarkan secara paksa oleh Hoegeng dari rumahnya dan ditaruh di pinggir jalan.

Sikap Hoegeng ini pun membuat geger Kota Medan.

Setelah dari Medan, Hoegeng kembali ke Jakarta dan ditugaskan Presiden Soekarno untuk menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi.

Chris Siner Key Timu dalam artikel "Pak Hoegeng dalam Kenangan" yang dimuat di Harian Kompas, 15 Juli 2004, menceritakan, Hoegeng meminta istrinya, Merry untuk menutup toko kembang.

Baca Juga: Kapolri Resmi Beri Himbauan Ini, Bikers Tidak Bisa Konvoi Tahun Baru

Ketika istrinya menanyakan hubungan antara jabatan Dirjen Imigrasi dan toko kembang, Hoegeng menjawab singkat.

"Nanti semua yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang Ibu Merry dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya," tulis Chris.

Merry pun memahami hal itu dan menutup toko kembangnya. Hoegeng juga menolak pemberian mobil dinas dari Sekretariat Negara.

Alasannya, ia telah memiliki mobil jip dinas dari kepolisian.

Baca Juga: Hore Sambut New Normal, Kapolri Cabut Maklumat Larangan Berkerumun

Pada tahun 1968, Hoegeng diangkat sebagai Kepala Polri (Kapolri) menggantikan oleh Presiden Soeharto untuk menggantikan Soetjipto Yudodihardjo.

Dalam artikel yang ditulis Rosihan Anwar, "In Memorian Hoegeng Imam Santoso" yang dimuat di Harian Kompas, 15 Juli 2004, menyebutkan, pada masa itu kasus penyelundupan merajalela.

Di antara yang terkenal adalah kasus penyelundupan mobil mewah yang didalangi oleh Robby Tjahyadi atau Sie Tjie It.

Pada 1971, Hoegeng mengumumkan keberhasilannya dalam membekuk penyelundupan mobil mewah melalui Pelabuhan Tanjung Priok.

Baca Juga: Makin Ketat Akibat Virus Corona, Sebelumnya Dilarang Kopdar dan Turing, Sekarang Biker Juga Dilarang Lakukan Ini

Mobil-mobil itu dimasukkan dengan perlindungan tentara.

Ternyata, pengungkapan kasus itu mempercepat pemberhentiannya sebagai Kepala Polri.

Soeharto beralasan, pemberhentian Hoegeng tersebut adalah untuk regenerasi.

Selepas itu, Hoegang sebenarnya ditawari menjadi Duta Besar oleh Soeharto, tetapi ia menolaknya.

Baca Juga: Makin Panjang, Kapolri Pastikan Pegang Penuh Penerbitan SIM, STNK, BPKB, Menteri Perhubungan Langsung Bereaksi

"Saya menolak penugasan saya sebagai Duta Besar di luar negeri, karena saya merasa tidak capable untuk tugas itu," kata Hoegeng, dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 15 September 1971.

"Saya mau pikir keluarga saya dulu. Kedua anak saya masih sekolah dan kalau saya ke luar negeri, studi mereka bisa kacau," lanjut dia.

Jenderal Hoegeng meninggal dunia pada 14 Juli 2004 setelah menjalani perawatan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, karena stroke yang dideritanya.

Hoegeng dimakamkan di kawasan Parung Raya, Bogor, Jawa Barat.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jenderal Hoegeng, Polisi Jujur yang Disebut Gus Dur dalam Humornya"