Find Us On Social Media :

Aprilia Ternyata Pernah Punya Motor Lebih Canggih dari RS-GP di MotoGP, Tapi Hasilnya Babak Belur

By Uje, Minggu, 17 September 2023 | 16:15 WIB
Aprilia RS Cube pernah dinobatkan jadi motor paling canggih di era MotoGP 4 tak awal (Motorcyclespecs.za)

MOTOR Plus - online.com Kalau melihat peningkatan Aprilia di MotoGP tentu kalian berpikir kalau pabrikan yang satu ini memang sering menghadirkan inovasi.

Seperti aero-fairing ala F1, belakangan Aprilia juga kedapatan mengetes sasis karbon dan bahkan ground-effect layaknya mobil F1 saat ini.

Tapi memang sudah sejak lama Aprilia selalu mengadopsi teknologi F1 di motor-motornya.

Bahkan mereka melakukannya sejak dimulai MotoGP era 4-tak pertama kali pada tahun 2002 lalu.

Aprilia saat itu datang bersama motor anyar mereka yakni Aprilia RS Cube.

Pada musim pertama mereka hanya turun bersama satu rider yakni Regis Laconi.

Laconi saat itu tergolong veteran, ia pernah satu kali menang GP 500 tapi kebanyakan ia bertarung untuk papan tengah.

Fokus ke RS Cube, saat itu Aprilia tidak tanggung-tanggung mengembangkan motornya apalagi mereka tidak pernah kompetitif di ajang 500 cc sebelumnya.

Baca Juga: Bukan Modifikasi Motor, Gantengnya Aprilia SR-GT 200 Pakai Livery Motor MotoGP RS-GP

 

Mesin tiga silinder Aprilia RS Cube, dikembangkan oleh builder mesin F1 Cosworth (akrapovic)

Aprilia RS Cube saat itu fokus utamanya adalah mesin, pakai konfigurasi 3 silinder 990 cc yang kurang lazim digunakan.

Karena saat itu Honda pakai 5 silinder, sementara Ducati Yamaha, Kawasaki dan Suzuki semuanya pakai 4 silinder.

Aprilia saat itu ingin mendapatkan keuntungan dari bobot maksimum 10 Kg lebih ringan kalau pakai mesin 3 silinder.

Mesinnya saat itu dikembangkan oleh Cosworth, penyuplai mesin F1 yang sudah muncul sejak tahun 1960-an.

Mesin Aprilia RS Cube sendiri tergolong canggih, karena saat itu ia jadi yang pertama menggunakan katup pneumatis dan sistem ride by wire.

Selain canggih, klaim power yang dihasilkan juga cukup besar yakni antara 225-235 dk sementara Honda ada di angka 240 dk pada generasi awal.

Power yang dimiliki Aprilia tersebut setara dengan milik Ducati dan mengungguli Yamaha, Kawasaki dan Suzuki yang memang di era awal MotoGP 4 tak terseok-seok.

Tapi masalah utama yang ada di Aprilia RS Cube adalah sasis yang terlalu kaku.

Efeknya motor jadi sulit dikendalikan, lebih sering melihat para pembalap Aprilia jatuh dibanding finish balapan.

Masalah utama di Aprilia RS Cube adalah sasis yang tidak bisa mengimbangi power mesin besar (pinterst)

Mesin tiga silinder yang diharapkan lebih enteng ternyata bobotnya sama beratnya dengan mesin 4 silinder karena penggunaan diameter piston yang lebih besar.

Penggunaan crankshaft ala-F1 yang terlalu ringan membuat motor ini memiliki torsi besar, tapi tidak diimbangi dengan sasis yang bagus sehingga tidak punya daya cengkram saat keluar masuk tikungan.

Musim pertama tahun 2002 Regis Laconi hanya mampu finish tujuh kali dan finish di urutan 19 klasemen pembalap.

Laconi kemudian digantikan Noriyuki Haga dan Colin Edwards untuk musim 2003, tapi hasilnya tidak kunjung membaik karena posisi finish terbaiknya ada di posisi keenam.

Musim paling parah ada di tahun 2004 dengan komposisi pembalap beda lagi yakni Shane Byrne dan veteran Jeremy McWilliams, posisi finish terbaik ada di posisi 10 dan akhirnya Aprilia cabut dari MotoGP.

Dario Raimondi ungkapkan kegagalan di Aprilia RS Cube (Uje)

Dario Raimondi selaku Aprilia Racing Sports Manager pernah kasih cerita sedikit ke MOTOR Plus karena saat itu ia sudah bergabung dengan Aprilia di ajang MotoGP.

"Kami selalu mencoba segala kemungkinan atau mencari yang terbaik dalam mengembangkan motor saat itu," terangnya saat MotoGP Mandalika tahun lalu.

"Kalau bisa dibilang motor kami adalah yang paling canggih, tapi apakah berhasil? Tidak," lanjutnya.

"Tapi kemudian kami belajar dan terus belajar sampai akhirnya kembali ke MotoGP pada 2015 kami merasa lebih siap, meskipun awalnya tetap kesulitan juga," tambahnya.

"Motor itu (RS Cube) bisa dibilang paling canggih kami menerapkan apa yang ada dari F1 ke mesin, tapi kalau tidak diimbangi dengan hal lain seperti sasis yang jadi kesulitan kami saat itu tentu saja akan sangat sulit (meraih hasil bagus)," tutupnya.