Find Us On Social Media :

Bisa Kah Polisi Tilang Kendaraan Mati Pajak Karena Kewenangan Pajak Ada Pada Dispenda Ini Kata UU

By Aong, Minggu, 13 Maret 2022 | 09:07 WIB
Bisakah kendaraan mati pajak ditilang polisi, simak undang-undangnya (Kompas.com)

MOTOR Plus-online.com - Sampai sekarang masih jadi perdebatan pajak kendaraan mati tidak bisa ditilang polisi.

Bisa kah polisi tilang kendaraan mati pajak karena kewanangan pajak ada di Dispenda ini kata UU yang sebenarnya.

Ketika dilakukan razia oleh polisi sering pengendara ngeyel karena pajak kendaraan mati ditilang.

Pengendara ngotot karena dengan dalih bahwa pajak bukan kewenangan polisi tapi Dinas Pendapatan Daerah.

Ada juga pengendara yang ngotot tidak mau ditilang hanya karena pajak tahunan mati sedangkan masa berlaku STNK masih sah.

Agar netral bukan kata Polisi mari kita buka undang-undang seperti apa yang sebenarnya.

Dikutip dari Kompas.com,  dalam Pasal 70 ayat 2 disebutkan, STNK dan tanda nomor kendaraan bermotor berlaku selama lima tahun dan harus dimintakan pengesahan setiap tahun.

Sebelum jangka waktu ini berakhir, STNK dan tanda nomor kendaraan bermotor wajib diajukan permohonan perpanjangan.

Baca Juga: Surat Laporan Kehilangan SIM dan STNK Bisa Lolos Tilang Enggak Ya Pas Ada Razia? Ini Kata Polisi

Baca Juga: Bukan di Cafe, Naik Motor Sambil Ngobrol Bisa Didenda Tilang Ratusan Ribu

Menurut aturan yang ada, pengesahan STNK setiap tahunnya dilakukan bersamaan dengan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di kantor Samsat atau melalui aplikasi.

PKB termasuk jenis pajak provinsi yang merupakan bagian dari pajak daerah dan dikelola oleh Bapenda.

Jadi, jika pengendara tidak membayar pajak, maka terhadap STNK yang bersangkutan belum bisa dilakukan pengesahan.

STNK yang belum disahkan inilah yang menjadi dasar polisi boleh menilang kendaraan yang pajaknya mati.

Merujuk pada Pasal 288 Ayat 1, jika saat mengemudi pengendara tidak dilengkapi dengan STNK atau STCK yang ditetapkan Polri, maka pengendara tersebut dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000. Referensi: UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.