Find Us On Social Media :

Kenapa Motor di Jepang Bebas Ganti Knalpot Racing, Padahal Aturannya Lebih Ketat dari Indonesia

By Reyhan Firdaus, Minggu, 21 Januari 2024 | 09:45 WIB
Ilustrasi penjualan knalpot racing dan aftermarket buat motor di Jepang (jmca.gr.jp)

MOTOR Plus-online.com - Razia knalpot brong dan racing semakin marak di Indonesia.

Kepolisian melakukan razia, dan menindak ribuan motor yang sudah ganti knalpot.

Tujuannya positif, yaitu mengurangi polusi suara dan gas buang, agar udara tetap bersih dari emisi.

Tidak hanya knalpot brong dan racing, yang pakai model aftermarket standar harian juga kena razia.

Meski suara tidak berisik dan lolos uji emisi, knalpot aftermarket ini dianggap tidak standar, makanya ditindak.

Sebenarnya, sudah ada undang-undang soal berapa desibel atau dB knalpot motor di Indonesia.

"Dalam peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56 Tahun 2019, untuk motor dengan kubikasi 80-175 cc maksimal kebisingannya 80 dB," kata Edi Nurmanto alias Abenk.

Abenk merupakan Ketua Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI), yang memperjuangkan soal regulasi knalpot aftermarket.

Dijelaskan oleh Abenk, pengetesan suaranya harus pakai dB meter, dan diukur 1 meter dari ujung knalpot.

"(Mesin) jangan digeber, apalagi sampai limit, biarkan dalam posisi idle," kata Abenk.

Baca Juga: Dilema Knalpot Aftermarket, Kena Razia Dianggap Brong Padahal Suara Adem Buat Harian

Banyak produsen knalpot di Indonesia, sudah mengetes produk mereka dan suaranya di bawah 80 dB.

Meski demikian, tetap saja ditindak karena polisi bisa pakai Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 106 ayat (3) juncto pasal 285 ayat (1).

Dimana motor yang sudah ganti knalpot, dianggap tidak memenuhi aturan teknis terkait laik jalan kendaraan.

Menariknya, di Jepang ada regulasi serupa namun penjualan knalpot aftermarket tetap lancar.

Bahkan merek seperti Yoshimura, Over Racing sampai Nassert Beet bisa diekspor ke Eropa dan Amerika.

Tes suara knalpot racing di Jepang dilakukan oleh JMCA (jmca.gr.jp)

Bisa bebas dijual, karena di Jepang ada aturan yang disepakati oleh JMCA dan Kementrian Transportasi di Jepang.

JMCA atau Japan Motorcycle Accessories Association, sesuai namanya adalah asosiasi produsen aksesoris motor di Jepang.

Mereka membuat regulasi dan pengetesan aksesoris seperti knalpot, agar bisa dijual bebas tanpa takut kena razia polisi.

Bagaimana pengetesan JMCA soal knalpot, rupanya lebih rumit dari Indonesia bro.

Dalam pengetesannya, JMCA mengetes suara knalpot saat kondisi diam dan berakselerasi.

Baca Juga: Gak Semua Knalpot Modifikasi Motor Itu Racing, Produsen Jelaskan Bedanya

Saat kondisi diam, motor dinyalakan kondisi idle atau langsam, dan dB meter dipasang dengan sudut 45 derajat, dan 50 cm dari arah knalpot.

Untuk tes suara saat akselerasi, dB meter mengukur suara saat motor digeber 1/2 dari kecepatan maksimum.

Ambil contoh, motor 125 - 250 cc, maksimum suara saat kondisi diam adalah 94 dB.

Lalu saat tes akselerasi, suara maksimal agar lolos uji JMCA adalah 82 dB.

Tidak hanya suara, JMCA juga mengetes emisi gas buang seperti karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC) sampai nitrogen oksida (NOx).

Tes akselerasi dilakukan JMCA untuk mengecek suara knalpot aftermarket motor (jmca.gr.jp)

Kalau sudah lolos, pabrikan bisa memberikan logo JMCA di knalpot yang menandakan produknya bisa dipakai di jalan.

Bisa dibilang, tes JMCA ini mirip Standar Nasional Indonesia yang berlaku buat helm sampai ban motor.

Makanya, para konsumen di Jepang bisa beli knalpot motor tanpa khawatir kena razia, asalkan ada logo JMCA.

Motor yang ganti knalpot juga dijamin tidak berisik, apalagi para bikers di Jepang dikenal taat aturan.

Menarik juga nih buat ditiru aturannya di Indonesia, agar regulasi knalpot dan modifikasi bisa jelas dan positif implementasinya.