Harusnya Harga Ekonomis Bensin Premium Sudah Rp 7.650

Motorplus - Senin, 12 Oktober 2015 | 18:35 WIB

Saat harga crude oil alias minyak dunia turun sampai 50%, logikanya mestinya harga bensin Premium juga turun. Tapi kok pemerintah menetapkan harga bensin Premium tak berubah? Padahal dalam hitungan Executive Director KPBB, Ahmad Safrudin, harusnya harga ekonomis bensin Premium sudah Rp 7.650.

VP Fuel Ritel PT Pertamina, Afandi, menyebutkan setuju harusnya harga ekonomis bensin Premium sudah Rp 7.650. “Dengan harga sekarang, sebenarnya pemerintah masih subsidi Rp 250 per liter,” kata Afandi yang berkantor di Gambir, Jakarta Pusat.

Soal penurunan harga crude oil sekarang di kisaran 50 US Dollar per barel, sebenarnya waktu harga premium dipatok Rp 7.400 per liter juga di angka yang sama. “Bukan di angka 100 US Dollar per barel. Jadi kalau dulu sempat di angka 100 US Dollar per barel, kok tidak ada yang minta Premium dinaikkan,” ungkap Affandi.

Pria yang berkantor di Jl. Medan Merdeka Timur 1A, Jakarta Pusat ini menyebutkan komponen harga Premium itu terdiri dari Produk minyak jadi, alpa dan pajak. “Produk minyak jadi itu berupa crude oil yang sudah diproses dan sampai di kilang minyak. Biasanya nambah 15 US Dollar per barel dari crude oil. Alpa itu terdiri misalnya dari campuran aditif plus biaya distribusi dari kilang ke lokasi SPBU dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) berkisar antara 5-10 persen, ditambah margin usaha. Dengan penghitungan itu harusnya harga ekonomis bensin Premium sudah Rp 7.650,” tutupnya.

Nah, harusnya harga ekonomis bensin Premium sudah Rp 7.650! (www.motorplus-online.com)

 

Penulis : Motorplus
Editor :




KOMENTAR

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

TERPOPULER

Tag Popular